London,"Orang tua saya senantiasa menganggap saya tidak normal, malahan sebelum saya masuk jadi seorang Muslim. Pada remaja baru saya, apabila mereka mendapatkan saya melihat TV pada Jumat malam sampai mereka berkata, "Apa yang kamu lakukan di ru
mah? Apakah kamu tak mempunyai kawan buat pergi keluar? " CatherineHuntley, 21 tahun, berkisah masa lalunya.
Sedangkan, jelasnya, yang benar yaitu, "Saya tak senang alkohol, saya tidak pernah mencoba merokok, serta saya tak tertarik pada anak laki-laki Inggris mayoritas." Ini terjadi saat dahulu, saat dia remaja.
Catherine merupakan gadis pendiam. Dia pula cerdas. Baginya, daripada keluyuran tak jelas, mendingan duduk di belakang laptop; berselancar di dunia maya. Sampai suatu hari, ia terpaku pada sebuah website keislaman. Ia berusaha mencari tahu ke situs-situs lainnya. "Saya dapat menyelesaikan saat makan siang tiap membaca mengenai Islam pada komputer. Damai di dalam hati saya serta tak terdapat lagi yang lebih utama selain tersebut," kata asisten ritel yang tinggal di Bournemouth, Inggris ini.
Baginya, ajaran Islam sungguh memesona. Tidak puas cuma berselancar, diapun sudah mulai rajin mengoleksi buku-buku keislaman. Terjemah Alquran telah dimilikinya dari awal pertama berselancar serta mendapatkan damai yang dimaksudnya. "Saya tak sempat bertemu seorang Muslim sebelumnya, jadi saya tidak punya prasangka," katanya.
Suatu hari, ia mendiskusikan apa yang dibacanya bersama orangtuanya. "Namun orangtua saya tak begitu berpikiran terbuka. mereka ngeri serta berkata, 'Kita akan membicarakannya bila nanti kau berusia 18 tahun," ia mengisahkan.
Namun, gairah mempelajari Islam menyala-nyala dalam diri Catherine. Tak cukup membeli buku-buku keislaman, ia pun mulai mengoleksi baju-baju panjang dan kerudung. "Semua saya simpan rapi dalam laci," tambahnya.
Ia pun mulai berpakaian lebih sederhana dan diam-diam berpuasa selama bulan Ramadhan. Ia mengaku seperti menjalani kehidupan ganda, sampai suatu hari, ketika berumur 17 tahun, ia merasa tidak bisa menunggu lebih lama lagi. "Saya menyelinap keluar rumah, meletakkan jilbab saya dalam sebuah tas dan naik kereta ke Bournemouth. Tujuannya satu, saya akan berikrar sebagai seorang Muslim."
Seminggu setelah bersyahadat, sang ibu datang ke kamarnya dan berkata," Apakah kau punya sesuatu untuk dikabarkan padaku?" Dia menarik sertifikat mualaf dari sakunya. Bagi orangtuanya, mereka lebih suka menemukan hal lain pada saat itu - obat-obatan, rokok, kondom - tapi bukan sertifikat mualaf danjilbab.
"Mereka hingga kini tidak bisa memahami mengapa saya menyerahkan kebebasan saya demi sebuah agama asing. Mengapa saya ingin bergabung semua teroris dan pelaku bom bunuh diri," ujarnya.
Namun, ia bertahan. Walau diakuinya, sangat sulit menjadi satu-satunya Muslim dalam keluarga pembenci Muslim, dan menempatkannya menjadi "musuh keluarga". Dia mengaku melakukan shalat secara sembunyi-sembunyi, persis di depan pintu kamar, sehingga setidaknya, sang kakak akan terganjal saat ia mencoba masuk ke kamar. Atau, sang ibu tiba-tiba akan menjadi sangat aktif bicara saat dia sedang shalat, sehingga mau tak mau ia harus sering berhenti untuk menyahuti pertanyaannya.
Ia mulai tak nyaman ketika mereka terang-terangan menyatakan ketidaksukaannya pada Islam. Misalnya saja, saat membaca tulisan tentang cadar di koran, ibunya berkata, "tak lama lagi Catherine akan menjadi seperti itu."
Puncaknya, saat sang kakak mengolok-olok perempuan Muslim yang selalu berjalan tiga langkah di belakang suaminya. "Mendapat ini saya benar-benar marah, karena itu budaya, bukan agama. Tunangan saya, yang saya temui delapan bulan lalu, dari Afghanistan dan ia percaya bahwa seorang wanita Muslim adalah mutiara dan suaminya adalah kerang yang melindungi dia."
Ia pun memutuskan keluar dari rumah itu.
Kini, Catherine tengah bersiap menikah. Dia mengundang keluarganya, tapi tak banyak berharap mereka akan datang." Sungguh menyakitkan berpikir saya tidak akan pernah memiliki pernikahan seperti dalam dongeng, dikelilingi oleh keluarga saya. Tapi saya berharap hidup baru saya dengan suami saya akan jauh lebih bahagia. Aku akan membuat rumah yang sejuk dan damai, tanpa harus merasakan sakit orang menilai saya." republika